Sistem Perbankan Elektronik

A. Perkembangan teknologi perbankan elektronik

Beilock dan Dimitrova (2003) meneliti hubungan antara jumlah pengguna internet per 10,000 penduduk dengan GDP per kapita, infrastruktur, dan faktor non-ekonomi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa GDP per kapita merupakan determinan yang paling penting terhadap jumlah pengguna internet. Jadi dari data penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa negara-negara yang tingkat penggunaan TIK relatif tinggi secara umum mempunyai pendapatan per kapita yang tinggi. Beilock dan Dimitrova (2003) selanjutnya menyatakan bahwa semakian tinggi pendapatan per kapita yang mendorong semakin tingginya pengguna internet disebabkan oleh dua alasan. Pertama, ketika pendapatan individual meningkat, maka individu tersebut mampu memperoleh barang dan jasa tambahan, termasuk akses internet. Kedua, pendapatan yang tinggi secara umum berhubungan dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang memungkinkan untuk memiliki ketrampilan yang diperlukan untuk menggunakan teknologi internet. Jadi TIK berhubungan erat dengan pengembangan sumber daya manusia.
Konsep digital divide yang menunjukkan kesenjangan tingkat penggunaan teknologi   antara negara maju dan negara berkembang, atau antara satu komunitas tertentu dengan komunitas lainnya, menimbulkan anggapan bahwa penguasaan teknologi berhubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat atau angka kemiskinan. Flor (2001) menyatakan bahwa ada empat paradigma yang bisa digunakan untuk menganalisis kemiskinan, yaitu paradigma teknologis, paradigma ekonomi, paradigma struktural, dan paradigma kultural. Paradigma teknologis menyatakan bahwa penyebab utama kemiskinan adalah keterbatasan ketrampilan teknologi di negara-negara berkembang.
Menurut Quibria dan Tschang (2001), TIK memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung mencakup (a) informasi mengenai pasar, peluang, dan lain-lain, (b) kesempatan kerja, (c) ketrampilan dan pendidikan, (d) pemeliharaan kesehatan, (e) pemberian layanan pemerintah, dan (f) pemberdayaan. TIK juga bisa meningkatkan kesejahteraan secara tidak langsung melalui pertumbuhan (ekonomi) yang cepat, yang memberikan trikledown effectterhadap perbaikan pendapatan dan kesempatan kerja.


B. Jenis-jenis E-Banking : 
  1. Automated Teller Machine (ATM). Terminal elektronik yang disediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana. 
  2.  Computer Banking. Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain. 
  3. Debit (or check) Card. Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale(POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari rekening banknya. 
  4. Direct Deposit. Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah. 
  5. Direct Payment (also electronic bill payment). Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct paymentberbeda dari preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi direct payment. 
  6. Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP). Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar tagihan tersebut secara online juga. Pembayaran tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut. 
  7. Electronic Check Conversion. Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (nomor rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik atau proses lebih lanjut. 
  8. Electronic Fund Transfer (EFT)Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke rekening lainnya melalui  media elektronik. 

C. Prinsip penerapan E-Banking

Pengertian Internet Banking : terminologi yang digunakan untuk melakukan transaksi, pembayaran dan lainnya melalui Internet melalui Bank, credit union, atau membangun website aman bersama. Hal ini membiarkan komsumen untuk melakukan proses perbankan diluar jam kerja bank dan darimana saja dimana akses internet tersedia. Dalam kebanyakan kasus web browser digunakan dan koneksi Internet normal tersedia. Biasanya tidak diperlukan piranti lunak atau piranti keras special (tambahan).
Internet Banking pada dasarnya merupakan gabungan 2 istilah dasar yaitu Internet dan Banking (bank). Internet banking yang juga dikenal dengan istilah online banking atau e-banking ini menurut situs wikipedia adalah melakukan transaksi, pembayaran, dan transaksi lainnya melalui internet dengan website milik bank yang dilengkapi sistem keamanan.
Bagi sebagian orang, internet banking sangat membantu karena bisa melakukan transaksi perbankan di luar jam kerja bank yang sering pendek, dengan hanya membutuhkan koneksi internet dan web browser seperti Internet Explorer.
Kehadiran internet banking membuat perubahan besar dalam layanan perbankan. Segala jenis transaksi yang dulu manual kini bisa diselesaikan tanpa mengenal ruang dan waktu lewat dunia maya. Ada yang bilang, fasilitas internet banking membuat nasabah seperti punya ATM pribadi. Segala jenis layanan perbankan bisa dilakukan sendiri seperti cek saldo, melihat daftar mutasi, pemindah bukuan (transfer rekening), melakukan pembayaran kartu kredit, tagihan telepon dan HP, listrik, PAM dan sebagainya kecuali yang langsung melibatkan uang tunai seperti penyetoran dan penarikan.
Aplikasi teknologi informasi dalam internet banking akan meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan produktifitas sekaligus meningkatkan pendapatan melalui sistem penjualan yang jauh lebih efektif daripada bank konvensional. Tanpa adanya aplikasi teknologi informasi dalam internet banking, maka internet banking tidak akan jalan dan dimanfaatkan oleh industri perbankan. Secara umum, dalam penyediaan layanan internet banking, bank memberikan informasi mengenai produk dan jasanya via portal di internet, memberikan akses kepada para nasabah untuk bertransaksi dan meng-update data pribadinya.
Persayaratan bisnis dari Internet Banking antara lain:
· aplikasi mudah digunakan;
· layanan dapat dijangkau dari mana saja;
· murah;
· aman;
· dan dapat diandalkan (reliable)
Di Indonesia, internet banking telah diperkenalkan pada konsumen perbankan sejak beberapa tahun lalu. Beberapa bank besar baik BUMN atau swasta Indonesia yang menyediakan layanan tersebut antara lain BCA, Bank Mandiri, BNI, BII, Lippo Bank, Permata Bank dan sebagainya.
Dengan adanya internet banking, memberikan keuntungan antara lain:
  • Business expansion. 
Dahulu sebuah bank harus memiliki sebuah kantor cabang untuk beroperasi di tempat tertentu. Kemudian hal ini dipermudah dengan hanya meletakkan mesin ATM sehingga dia dapat hadir di tempat tersebut. Kemudian ada phone banking yang mulai menghilangkan batas fisik dimana nasabah dapat menggunakan telepon untuk melakukan aktivitas perbankannya. Sekarang ada internet banking yang lebih mempermudah lagi karena menghilangkan batas ruang dan waktu. 
  • Customer loyality.
Khususnya nasabah yang sering bergerak (mobile), akan merasa lebih nyaman untuk melakukan aktivitas perbankannya tanpa harus membuka account di bank yang berbeda-beda di berbagai tempat. Dia dapat menggunakan satu bank saja.
  • Revenue and cost improvement.
Biaya untuk memberikan layanan perbankan melalui Internet Banking dapat lebih murah daripada membuka kantor cabang atau membuat mesin ATM.
  • Competitive advantage.
Bank yang memiliki internet banking akan memiliki keuntungan dibandingkan dengan bank yang tidak memiliki internet banking. Dalam waktu dekat, orang tidak ingin membuka account di bank yang tidak memiliki fasilitas Internet Banking.
  • New business model.
Internet Banking memungkinan adanya bisnis model yang baru. Layanan perbankan baru dapat diluncurkan melalui web dengan cepat


C. Prinsip penerapan M-Banking

Mobile banking merupakan aplikasi banking yang berbasis Short Message Service (SMS) untuk melakukan transaksi perbankan. Tujuan dari mobile banking adalah untuk memudahkan nasabah perbankan dalam melakukan transaksi dimanapun mereka berada, kapanpun waktunya dan dalam keadaan apapun. Teknologi komunikasi yang diterapkan menggunakan jaringan radio (wireless)seperti GSM, CDMA, atau TDMA dan jaringan lokal bank dengan protocol TCP/IP
Pada dasarnya SMS merupakan pesan tertulis yang dapat diterima dan dikirim ke pengguna handphone. Dengan adanya kerjasama antara bank dan operator selular serta Nasabah maka transaksi dapat dilakukan dengan mudah dan dimana saja yang disebut dengan aplikasi Mobile Banking. Bila seseorang melakukan transaksi maka bank akan membuat konfirmasi bahwa pada jam, hari, tanggal, tahun telah terjadi transaksi. Bila nasabah tidak merasa melakukan transaksi maka berhak membatalkan transaksi tersebut.
Jenis transaksi yang dapat dilakukan dalam Mobile Banking adalah sebagai berikut :

1. Transfer Uang
• Transfer antar rekening Bank
• Transfer antar Bank

2. Cek Saldo
• Saldo rekening tabungan, rekening pinjaman

3. Informasi
• Informasi tagihan kredit
• 5 transaksi terakhir rekening
• Suku bunga Deposito, suku bunga Tabungan dan informasi  produk bank

4. Pembayaran dan Pembelian
a. Pembayaran :
• Tagihan kredit
• Telepon
• Pesan tiket pesawat
• Tagihan Listrik
• Pajak Bumi dan Bangunan
• Langgan Majalah dan Koran
• Tagihan Internet
• Pembayaran lainnya
b. Pembelian :
• Voucher isi ulang
• Notifikasi SMS
• Pendebitan / pengkreditan di atas nilai tertentu
• Penolakan cek / bilyet giro
• Jatuh tempo rekening Deposito
• Saldo rekening di bawah nilai tertentu
Layanan SMS (Short Messaging Service) ini merupakan suatu jasa nilai tambah bagi para pengguna telepon genggam (mobile station). Cara berkomunikasi dengan layanan SMS ini juga semakin populer dan memiliki trend yang cenderung terus meningkat. Informasi yang dilakukan pada layanan SMS berupa text dengan mode store and forward melalui SMC (Short Message Service Centre).
Sesuai dengan kemajuan teknologi, komunikasi dengan SMS pada saaat ini dapat mendukung segala aktifitasmanusia dalam melakukan transaksi perbankan, seperti teransfer uang, cek saldo, dan pembayaran lainnya. Transaksi yang diinginkan dapat dilakukan dimana saja, kapanpun dan dalam keadaan apa saja yang mendukung kegiatan tersebut. Teknologi ini disebut dengan Mobile Banking, yaitu melakukan transaksi perbankan melalui SMS yang menggunakan jaringan komunikasi wireless (tanpa kabel) yang dihubungkan ke jaringan lokal sebuah bank.


D. International Electronic Fund Transfer

Electronic Funds Transfer Systems (EFTS) sudah menjadi metode utama yang melibatkan pembayaran dana dalam jumlah besar yang dilakukan lembaga keuangan dan nasabah bisnisnya. EFT didefinisikan sebagai pemindahan dana yang diawali dari terminal elektronik, instrument telpon, computer, atau magnetic tape untuk memesan, memerintahkan, atau memberikan kewenangan kepada lembaga keuangan untuk mendebet atau mengkredit rekening.  Kemampuan lembaga keuangan untuk menyediakan jasa-jasa tersebut seiring dengan perkembangan teknologi computer dan teknologi komunikasi data.

SISTEM KLIRING DAN PEMINDAHAN DAA ELEKTRONIK DI INDONESIA

SISTEM KLIRING DAN PEMINDAHAN DANA ELEKTRONIK DI INDONESIA

PRINSIP KLIRING
 

INFORMASI PADA CHECK DAN  STRUKTUR  KODE MICR

 
SISTEM KLIRING ELEKTRONIK DI INDONESIA
Pengertian umum kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank baik atas nama Bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.  Penyelenggaraan kliring di Jakarta pada awalnya dilaksanakan secara manual. Namun dalam perkembangannya, sejalan dengan meningkatnya transaksi perekonomian nasional khususnya di Jakarta dimana pada akhir tahun 1989 volume warkat telah mencapai 82.052 lembar warkat perhari dengan jumlah bank peserta mencapai 613 bank. Hal ini menyebabkan penyelenggaraan kliring secara manual dirasakan tidak efektif dan efisien lagi dan suasana pertemuan kliring yang hiruk pikuk sering kali diibaratkan dengan suasana “pasar burung”.

Melihat kondisi tersebut, Direksi Bank Indonesia dengan SKBI No. 21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988, kemudian menetapkan untuk mengubah sistem penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari sistem manual menjadi sistem otomasi kliring. Meskipun demikian baru pada tanggal 4 Juni 1990 sistem otomasi  dapat diimplementasikan untuk memproses kliring penyerahan. Sementara untuk proses kliring pengembalian tetap dilakukan secara manual, sampai kemudian pada tahun 1994 diganti dengan sistem semi otomasi yang kemudian dikenal dengan sebutan SOKL .

Pada tahun 1996 rata-rata volume warkat kliring Jakarta mencapai 216.911 lembar per hari, dengan pertumbuhahan rata-rata dalam tiga tahun sekitar 6%. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring baik di bank peserta maupun di Bank Indonesia karena keterbatasan kemampuan sarana kliring yang ada dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat kliring. Pada gilirannya hambatan-hambatan tersebut menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam settlement dan penyediaan informasi hasil kliring. Hal ini berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank dan merugikan lembaga lain yang terkait serta menimbulkan efek negatif berantai (systemic risk)

Sehubungan dengan itu, sesuai acuan pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue Print Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan teknologi image mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam bidang sistem pembayaran dimana untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril Sabirin. Penerapan SKE tersebut dilakukan pada Penyelenggaraan Klring Lokal Jakarta dimana pada awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta masih terbatas 7 bank peserta kliring (BRI, BDN, BII, BCA, Deutsche Bank, Standard Chartered, Citibank) dan 2 peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrin dan Bagian Akunting Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam Kliring Elektronik dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi kantorkantor bank yang belum menjadi anggota Kliring Elektronik, perhitungan kliring tetap menggunakan sistem kliring otomasi. Implementasi Kliring Elektronik secara menyeluruh kepada seluruh peserta kliring di Jakarta baru dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2001


A.  WARKAT
     Warkat merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan melalui kliring. Jenis warkat yang dapat diperhitungkan dalam kliring adalah :
         1.      Cek;
         2.      Bilyet Giro;
         3.      Wesel Bank Untuk Transfer;
         4.      Surat Bukti Penerimaan Transfer;
         5.      Nota Debet; dan
         6.      Nota Kredit.
B. DOKUMEN KLIRING
    Dokumen kliring merupakan dokumen kontrol dan berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan kliring yang terdiri dari :
         1.      Bukti Penyerahan Warkat Debet – Kliring Penyerahan (BPWD);
         2.      Bukti Penyerahan Warkat Kredit – Kliring Penyerahan (BPWK);
         3.      Kartu Batch Warkat Debet;
         4.      Kartu Batch warkat Kredit; dan
         5.      Lembar Subsitusi.

Setiap warkat dan dokumen kliring yang digunakan wajib memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain meliputi kualitas kertas, ukuran, dan rancang bangun. Setiap pembuatan dan pencetakan warkat dan dokumen kliring untuk pertama kali dan atau perubahannya oleh peserta wajib memperoleh persetujuan secara tertulis dari Bank Indonesia Dalam Kliring Elektronik, agar data pada warkat dan dokumen kliring dapat dibaca oleh mesin baca pilah yang ada di Penyelenggara maka warkat dan dokumen kliring tersebut wajib dicantumkan Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line. MICR adalah tinta magnetic khusus yang dicantumkan pada clear band yang merupakan informasi dalam bentuk angka dan simbol.

PENYELENGGARAAN KLIRING
Dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara elektronik di Jakarta mencakup dua siklus kegiatan kliring
1.   Siklus Kliring Nominal Besar, terdiri dari :
            a.       Kliring Penyerahan Nominal Besar  
            b.      Kliring Pengembalian Nominal Besar Kedua kegiatan kliring tersebut dilakukan pada hari yang sama.
 2.   Siklus Kliring Ritel, terdiri dari :
               a.       Kliring Penyerahan Ritel
            b.     Kliring Pengembalian Ritel Kedua kegiatan kliring tersebut dilakukan pada tanggal yang berbeda     yaitu kegiatan kliring pada huruf b dilakukan pada hari kerja berikutnya setelah kegiatan kliring pada huruf a  dilaksanakan.

Keterangan :
−   Kliring penyerahan bagian pertama dari siklus kliring guna memperhitungkan warkat yang disampaikan oleh peserta.
−   Kliring Pengembalian merupakan bagian kedua dari suatu siklus kliring guna memperhitungkan warkat debet kliring penyerahan yang ditolak berdasarkan alasan yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia atau karena tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan penerbitannya.

MEKANISME STELMEN
·         Dasar perhitungan dalam Kliring Elektonik adalah Data Keuangan Elektronik (DKE).  Perhitungan hasil kliring tersebut akan tercermin dalam Bilyet Saldo Kliring yang dapat bersaldo kredit (menang kliring) atau bersaldo debet (kalah kliring) untuk dibukukan secara efektif langsung ke rekening giro masing-masing bank di Bank Indonesia tanpa memperhatikan kecukupan dana yang tersedia (netting settlement).
·           Apabila jumlah kekalahan kliring melampaui saldo rekeningnya di Bank Indonesia dan peserta tidak dapat menutupnya sampai dengan Bank Indonesia menutup sistem akunting, maka bank yang bersangkutan dinyatakan memiliki Saldo Giro Negatif. Apabila Saldo Giro Negatif tersebut tidak dapat ditutup sampai dengan pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya, peserta tersebut akan dikenakan sanksi penghentian sementara dari kliring lokal oleh Bank Indonesia.

KARAKTERISTIK SKE

Peserta
Berdasarkan jenis kepesertaan, hal ini dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
       1.      Peserta langsung Aktif (PLA), peserta yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke     Sistem Pusat Komputer Kliring Elektronik (SPKE) dan menyampaikan bundel warkat kepada penyelenggara serta menerima hasil perhitungan kliring dan warkat dari penyelenggara dengan menggunakan identitas peserta yang bersangkutan.
       2.      Peserta Langsung Pasif (PLP), peserta yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan bundel warkat kepada penyelenggara melalui dan menggunakan identitas PLA, tetapi dapat menerima hasil perhitungan kliring dan warkat dari penyelenggara dengan menggunakan identitas peserta yang bersangkutan
         3.      Peserta Tidak Langsung (PTL) adalah peserta yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan bundel warkat kepada penyelenggara melalui dan menggunakan identitas PLA, serta menerima hasil perhitungan kliring dan warkat dari penyelenggara dengan menggunakan identitas PLA atau PLP.

Sarana Ske :
Peserta PLA wajib menyediakan sarana TPK yang terdiri dari :
          1.      Perangkat lunak aplikasi TPK
          2.      Perangkat lunak operation system
          3.      Personal Computer (PC)
          4.      Mesin reader encoder, atau mesin encoder
          5.      Jaringan Komunikasi Data (JKD) cadangan (dial up)
          6.      Sarana backup TPK

Diagram Ske


Mekanisme
Secara umum mekanisme proses Kliring Elektronik adalah sebagai berikut :
    1.      Mempersiapkan warkat dan dokumen kliring meliputi pemisahan warkat menurut jenis transaksinya (warkat debet atau warkat kredit), pembubuhan stempel kliring dan pencantuman informasi MICR code line baik pada warkat maupun pada dokumen kliring.
       2.      Selanjutnya Bank pengirim merekam data warkat kliring ke dalam sistem TPK dengan menggunakan mesin reader encoder atau meng-input data warkat untuk menghasilkan DKE.
        3.      Mengelompokkan warkat dalam batch kemudian menyusunnya dalam bundel warkat yang terdiri dari: BPWD/BPWK; Lembar Substitusi; Kartu Batch Warkat Debet/Kredit ; Warkat Debet/Kredit.
         4.      Mengirimkan batch DKE secara elektronik melalui JKD ke SPKE di penyelenggara. Fisik warkat dari DKE selanjutnya dikirim ke penyelenggara untuk dipilah berdasarkan bank tertuju secara otomasi dengan menggunakan mesin baca pilah berteknologi image.
        5.      Peserta dapat melihat status DKE di TPK masingmasing, apakah pengiriman tersebut sukses atau gagal.
       6.      SPKE akan memproses DKE yang diterima secara otomatis setelah batas waktu transmit DKE berakhir
         7.      Selanjutnya SPKE akan mem-broadcast informasi hasil kliring kepada seluruh TPK sehingga peserta dapat secara on-line melihat posisi hasil kliring melalui TPK
         8.      Hasil perhitungan DKE tersebut (Bilyet Saldo Kliring) selanjutnya dibukukan ke rekening giro masing-masing bank di sistem Bank Indonesia

PAYMENT SYSTEM (SETTLEMENT SYSTEM) : BANK INDONESIA  REAL TIME GROSS SETTLEMENT (BI-RTGS)

Untuk mendukung efektifitas implementasi kebijakan moneter dan untuk mempercepat pemulihan industri perbankan, kebijakan system pembayaran akan diarahkan untuk mempercepat pengembangan dan implementasi suatu system pembayaran yang efisien, akurat, aman, dan konsisten melalui peningkatan kualitas layanan. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui implemnetasi Real Time Gross Settlement System (BI-RTGS) yang sudah dimulai sejak 17 November tahun 2000 di  Jakarta.








Tujuan RTGS:
1.      Memberikan pelayanan sistem transfer dana antar peserta, antar nasabah peserta dan pihak lainnya secara cepat, aman, dan efisien
2.      Memberikan kepastian pembayaran
3.      Memperlancar aliran pembayaran (payment flows)
4.      Mengurangi resiko settlement baik bagi peserta maupun nasabah peserta (systemic risk)
5.      Meningkatkan efektifitas pengelolaan dana (management fund) bagi peserta melalui sentralisasi rekening giro
6.      Memberikan informasi yang mendukung kebijakan moneter dan early warning system bagi pengawasan bank
7.      Meningkatkan efisiensi pasar uang

Karakteristik

1.      V Shaped Structure
2.      Transfer mechanism
3.      Window Time
4.      No Money No Game
5.      Capping
6.      Queue Management and Gridlock Resolution
7.      Intraday Liquidity Facility
8.      Bye-Laws
9.      Information Technology Security and Disaster Recovery Plan
10.  Future Plan
Mekanisme Transfer
1.   Bank pengirim memasukkan transfer kredit ke terminal RTGS yang ada di bank tersebut yang selanjutnya akan dikirim ke RTGS Computer Center (RCC) di Bank Indonesia
2.      RCC akan memproses transfer kredit tersebut dengan mekanisme sebagai berikut:
      ·   Memverifikasi apakah saldo rekening bank pengirim lebih besar atau sama dengan jumlah nominal dari     transfer kredit tersebut
      ·      Jika saldo tersebut mencukupi, maka proses akan dieksekusi sacara simultan sehingga rekening bank     pengirim dikurangi dan rekening bank penerima akan ditambah secara otomatis
     ·   Jika saldo rekening bank pengirim tidak mencukupi makan transfer kredit tersebut akan ditempatkan dalam antrian di dalam mesin RTGS
3.      Informasi mengenai transfer kredut akan dikirimkan secara otomatis ke RCC, RTGS terminal bank pengirim, dan bank penerima.

Manajemen Antrian
1.  Sistem antrian pada BI-RTGS didasarkan pada priority level and first in first out (FIFO)
           Modul antrian dalam BI-RTGS dilengkapi dengan bypass FIFO facility yang beroperasi otomatis jika antrian mencapai jumlah tertentu, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah antrian
3.      Tingkat prioritas antriannya adalah sebagai berikut:
·         Prioritas pertama        : Hasil kliring
·         Prioritas kedua           : Transaksi bank dengan BI/pemerintah
·         Prioritas ketiga           : Transfer kredit dari bank peserta BI-RTGS


Persidangan Skandal Perbankan BCA Semakin Terpojokan

akarta, infobreakingnews  -   Sidang kasus BCA melawan gugatan wartawan Senior Kemala Atmojo memasuki babak yang sangat penting. Setelah dua minggu lalu (27 Mei 2013) Kemala Atmojo menghadirkan saksi ahli , Gildas Deograt Lumy, CISA, CISSP, ISO 27001 LA, Senin 10 Juni 2013 giliran pihak BCA menghadirkan saksi ahlinya.

Dan pada sidang lanjutan yang digelar , Senin (10/6/2013) merupakan giliran bagi pihat tergugar BCA menghadirkan ahlinya, namun pada kenyataannya, saksi ahli yang dihadirkan dipersidangan PN Jakarta Pusat yang sedianya direncanakan  mau membantu posisi BCA, yang terjadi malah sebaliknya. Dimana didalam sidang tersebut muncul beberapa point penting yang justru melemahkan argumentasi dan bukti yang diajukan pihak BCA.

Pertama, saksi ahli BCA ternyata tidak mengetahui isi Undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) dan PP No. 82 Tahun 2002 yang antara lain mengatur bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menjamin setiap komponen dan keterpaduan seluruh Sistem Elektronik beroperasi sebagaimana mestinya. Dengan demikian, data jam yang tidak sinkron antara yang ada di ATM dan struk yang ditempel oleh BCA, jelas melanggara PP tersebut di atas.

Kedua, saksi ahli BCA mengakui bahwa jika terjadi gangguan yang ditunjukkan dengan munculnya tulisan seperti “Maa, Untuk Sementara Waktu ATM Ini Sedang Mengalami Gangguan Teknis”, maka pengambilan uang tidak bisa dilakukan. Dan memang begitulah yang dialami Kemala Atmojo seperti yang disampaikan dalam gugatannya.

Ketiga, dalam sidang terbut, pengacara BCA menunjukkan bukti tertulis berupa log transaksiyang menunjukkan bahwa pada 13 Agustus 2012 itu Kemala Atmojo melakukan dua kali transaksi yang berhasil. Namun,  Setelah diteliti oleh pengacara Penggugat, Jhon .S.Panggabean, ternyata salah satu bukti yang diajukan itu justru  menunjukkan tanggal yang berbeda.  Bukan tanggal 13 Agutus 2012. Jadi,. Bukti itu jelas salah.

Mengenai transaksi yang berhasil ini, sesuai dengan pengalaman Kemala Atmojo, justru sangat memperjelas ,  hanya melakukan satu kali transaksi yang berhasil pada 13 Agustus 2012 itu. Hal itu juga dibuktikan dengan print-out buku tabungan Kemala Atmojo yang telah dicetak, bahwa hari itu memang hanya ada satu kali transaksi pengambiulan tunia yang berhasil dilakukan .

Dalam sidang sebelumnya, Gildas Deograt Lumy, pakar IT bertaraf internasional, sudah memastikan dalam sidang,  bahwa salah satu rekaman CCT yang diberikan adalah tidak orisinal. “Gambar atau film CCTV itu dihasilkan oleh kamera yang terpisah, bukan kamera yang menempel di ATM, bagaimana bisa ada kertas struk di gambar itu? Maka saya pastikan bahwa itu tidak orisinal,” kata Gildas Deograt Lumy, pada persidangan yang lalu.

Maka dapat disimpulkan, kertas struk transaksi  yang ada di gambar CCTV itu merupakan rekayasa manual. Dan karena rekayasa, maka ketemulah “lubang” yang lain, yakni jam di struk berbeda dengan jam yang ada di CCTV. Yaitu penunjuk waktu   di lembaran kertas struk menujukkan bahwa transaksi berhasil pada pukul 12:11:26. Padahal, dalam CCTV terlihat jelas bahwa pada jam tersebut Kemala Atmojo belum sampai di ATM.  Kemala Atmojo baru terlihat pada  inframe , masuk dalam rekaman CCTV  saja pukul 12:18:48. Jadi bagaimana mungkin struk bisa keluar padahal orangnya saja belum sampai diruang ATM.

“Buat saya, ini bukan soal uang. Ini soal kebenaran. Soal integritas dan harga diri. Saya marah karena BCA memberikan bukti yang tidak sesuai dengan apa yang saya alami. Dan menurut saya, Bank tidak boleh melakukan kecorohan yang sangat fatal seperti itu kepada nasabahnya. Jadi ini memang perjuangan menegakkan kebenaran,” kata Kemala Atmojo kepada infobreakingnew.com, sesaat usai persidangan, Senin (10/6/2013) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Perbankan Diminta Dampingi UKM

JAKARTA - Saat ini hanya 20 persen pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia yang mendapat pelayanan dari perbankan. Dengan demikian, saat ini pemerintah sedang gencar melakukan financial inklusif terhadap sektor UKM.

"20 persen UKM yang dapat pelayanan bank, dengan berbagai alasan, dengan begitu pemerintah saat ini lagi gencar untuk melakukan financial inklusif," kata Deputi Bidang Pengembangan Usaha dan restrukturisasi Kementerian Koperasi dan UKM Khoirul Jamhari saat acara Undian Program Ontime Payment Reward di Menara Bank Mega, Jakarta, Senin (24/6/2013).

Khoiri menyebutkan, acara Undian Program Ontime Payment Reward yang dilakukan oleh Bank Mega sangat penting dilakukan, karena kreditur dengan debitur sama-sama mempunyai rasa saling membutuhkan.

"Dengan mengetahui profil debitur maka bank ini mampu melayani lebih baik lagi, begitu juga buat debiturnya, dimana yang ingin dilayani dengan baik," tegas dia.

Menurut Khoiri, perbankan Indonesia harus mampu memberikan pendampingan kepada para pelaku UKM, karena masih banyaknya pelaku UKM yang hanya masuk ke perbankan, namun setelah itu dilepas begitu saja.

Tidak hanya itu, minimnya informasi dengan ditunjang akses yang terbatas, serta jarak yang sulit untuk memberikan pelayanan. Ini beberapa kendala yang membuat perbankan untuk memberikan pendampingan kepada UKM di Indonesia.

"UKM kita ingin didampingi, karena menguntungkan bank, karena ada UKM yang masuk bank lalu dilepas, itu ada. Yang kedua, UKM yang aksesnya terbatas, dan informasinya kurang," jelas dia.

"Yang ketiga masalah jarak, bank masih belum sanggup melakukan pelayanan kepada pelaku UKM yang tersebar di seluruh Indonesia, belum mampu menjemput bola," katanya.

Oleh karena itu, Khoiri berharap para perbankan yang belum melakukan pendampingan terhadap sektor UKM, mampu mengikuti jejak perbankan yang sudah melakukan pendampingan. Pasalnya, pendampingan tersebut merupakan langkah maju, agar UKM mengetahui manfaat kredit dan juga paham risiko kredit.

"Semoga diikuti oleh bank lain, karena ini langkah maju, tapi UKM harus paham manfaat kredit, harus paham risiko kredit," tukas dia.

BRI Bidik Jadi Bank Pembayaran Terbesar pada 2015

Counter BRI; Maksimalkan e-banking. (Foto: Budi Urtadi)
Kendati memiliki basis nasabah terbesar di Tanah Air, BRI mengakui belum seluruhnya terlayani dengan e-banking, terutama mobile banking yang rencananya akan dijadikan basis layanan untuk merengkuh status bank pembayaran nasional terbesar. Paulus Yoga
Bogor–PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) menargetkan menjadi bank pembayaran terbesar di Tanah Air pada 2015. Untuk mewujudkannya, perseroan masih perlu melakukan banyak hal, terutama dalam memaksimalkan keunggulan basis nasabahnya.
Demikian hal pertama yang coba dilakukan BRI adalah dengan berupaya keras memaksimalkan pengguna layanan mobile banking, sebagai media transaksi yang biayanya paling murah, yang selama ini baru dimanfaatkan sekitar 5 juta nasabah. Padahal nasabah simpanan perseroan ada sekitar 35 juta rekening.
“BRI target di 2013, optimalisasi rekening BRI jadi user electronic banking (e-banking). Sekarang rekening simpanan tidak kurang dari 35 juta,” ujar Wakil Kepala Divisi Dana dan Jasa BRI Imam Subowo, kepada wartawan di Bogor, Jawa Barat, belum lama ini.
Ia menjelaskan, dari jumlah rekening tersebut, sekitar 19 di antaranya telah menggunakan layanan dari produk kartu baik kartu debit/ATM maupun kartu kredit. 5 juta lagi telah menggunakan mobile banking, sementara untuk internet banking baru sekitar 1 juta.
“Artinya masih sangat banyak yang harus dilakukan oleh BRI. Makanya sekarang buka rekening harus dapat fasilitas kartu ATM dan mobile banking. Jadi kita ajari nasabah menggunakan mobile banking, bukan cuma ditawari,” terangnya.
Kendati memiliki basis nasabah paling besar, bank pencetak laba terbesar di Tanah Air ini memang agak ketinggalan untuk memulai fitur-fitur layanan yang mengarah ke perbankan konsumer. Namun, perseroan berusaha mengejar yang salah satunya ditunjukkan dengan terus menambah jaringan ATM, yang ditargetkan bisa mencapai 20 ribu unit pada tahun ini.
“Saat ini terbanyak transaksi di ATM. Tapi yang akan kita dorong yang cost of transaction rendah, lewat mobile banking dan internet banking. Jadi tiga ini sementara, target utama ke depan mobile banking, karena tidak terlepas dengan perkembangan masyarakat,” tutur Imam.
Menurutnya, pihaknya mengedepankan beberapa pilar untuk mencapai tujuan menjadi bank pembayaran nasional terbesar. Pertama, katanya, adalah jaringan, dimana saat ini BRI memiliki lebih dari 9 ribu unit kerja, begitu pula untuk jaringan ATM yang sudah sebanyak 14.397 unit pada triwulan satu 2013.
“Lalu produk, kita ada semua, giro kita sediakan kartu agar bisa ambil dana di ATM. Kemudian program, kita punya untung beliung. Bicara hadiah, untung beliung tawarkan yang terbaik. Dari sisi customer, jumlah rekening BRI ada 35 juta, yang lain masih jauh,” ucapnya yakin.
Namun, ia menegaskan, untuk bisa mewujudkannya, dukungan tata kelola perusahaan (good corporate governance), teknologi informasi dan komunikasi, serta sumber daya manusia tetap harus dikedepankan.
“Kalau optimalisasi ini terjadi, di 2015 mimpi jadi the biggest national payment bank sangat mungkin terjadi,” tandas Imam.
Fitur dan layanan e-banking sendiri, lanjutnya, sangat diperlukan karena perubahan kehidupan atau paradigma, pengurangan biaya dalam rangka efisiensi, dan meningkatkan loyalitas nasabah. Seraya tertawa, Imam menambahkan, bahwa saat ini orang cenderung kembali untuk mengambilhandphone atau gadget yang ketinggalan ketimbang dompet.

 

Missing You Blogger Template